DEFENISI
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus. Sinonim dari demam tifoid adalah typhoid fever, enteric fever. Tifoid berasal dari bahasa Yunani yang berarti smoke, karena terjadinya penguapan panas tubuh serta gangguan kesadaran disebabkan demam yang tinggi
ETIOLOGI
Etiologi demam tifoid adalah Salmonella typhi dan Salmonella enteritidis bioserotip paratyphi A dan B.
PATOGENESIS
Masuknya Salmonella typhi (S.typhi) dan Salmonella paratyphi (S.paratyphi) ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus selanjutnya berkembang biak. Bila respon imunitas humoral usus kurang biak maka kuman akan menembus sel-sel epitel terutama sel-M dan selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di makrofag dan selanjutnya dibawa ke plak Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteremia pertama yang asimptomatik) dan mnybar k sluruh organ retikulondotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel fagosit dan berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik.
Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama cairan empedu diekskresikan secara “intermittent” ke dalam lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah teraktivai dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik sepeti demam, malaise, mialgia, gangguan mental, dan koagulasi.
Di dalam Plak Peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia jaringan (S.typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat, hyperplasia jaringan, dan nekrosis organ). Perdarahan salruan cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plak Peyeri yang sedang mengalami nkrosis dan hiperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuklear di dinding usus. Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan mengakibatkan perforasi.
Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan nueropsikiatrik, kardiovaskular, penapasan, dan gangguan organ lainnya.
MANIFESTASI KLINIK
Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala-gejala klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan samapi berat, asimtomatik hingga gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi hingga kematian.
Pada minggu pertama gejala klinis penaykit ini ditemukan keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya ditemukan suhu badan meningkat. Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga malam hari. Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi relative (bradikardi relative adalah peningkatan suhu 10C tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8 kali per menit ) lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepi ujung merah serta tremor), hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium atau psikosis.Roseolae jarang ditemukan jarang ditemukan pada orang Indonesia.
DIAGNOSIS
Ada tiga metode untuk mendiagnosis penyakit demam tifoid yakni:
1. Diagnosis mikrobiologik/pembiakan kuman.
2. Diagnosis serologik.
3. Diagnosis klinik.
Metode diagnosis mikrobiologik adalah metode yang paling spesifik dan lebih dari 90% penderita yang tidak diobati, kultur darahnya positif dalam minggu pertama. Hasil ini menurun drastic setelah pemakaian obat antibiotika, dimana hasil positif menjadi 40%. Meskipun demikian kultur sumsum tulang tetap memperlihatkan hasil yang tinggi yaitu 90 % positif. Pada minggu-minggu selanjutnya hasil kultur darah menurun, tetapi kultur tinja dan kultur urin meningkat yaitu 85 % dan 25 % berturut-turut positif pada minggu ke-3 dan ke-4. Organisme dalam tinja masih dapat ditemukan selama 3 bulan dari 90 % penderita dan kira-kira 3 % penderita tetap mengeluarkan kuman S.typhi dalam tinjanya dalam jangka waktu yang lama. Dapat terjadi seorang carrier kronik mengeluarkan kuman S.typhi dalam tinjanya seumur hidupnya, dan carrier lebih banyak terjadi pada orang dewasa daripada anak-anak dan lebih sering mengenai wanita daripada laki-laki.
Diagnosis serologic tergantung pada antibodi yang timbul terhadap antigen O dan H, yang dapat dideteksi dengan reaksi aglutinasi (tes Widal). Antibodi terhadap antigen O dari grup D timbul dalam minggu pertama sakit dan mencapai puncaknya pada minggu ketiga dan keempat yang akan menurun setelah 9 bulan sampai 1 tahun. Titer agglutinin 1/200 atau kenaikan titer lebih dari 4 kali berarti tes Widal positif, hal ini menunjukkan adanya infeksi akut S.typhi.
Tetapi peninggian titer agglutinin O bisa juga disebabkan oleh antigen O kuman Salmonella lain dari grup D yang memiliki persamaan factor 9 dan 12 seperti pada S.typhi. Adanya peningkatan titer antibodi terhadap antigen D yang berasal dari flagel S.typhi menambah spesifisitas hasil tes Widal. Antibodi terhadap antigen flagel meninggi titernya setelah minggu pertama dan mencapai puncaknya pada minggu ke-4 sampai ke-6, dan titernya tetap tinggi selama bertahun-tahun. Ditemukannya titer antibody flagel yang tinggi tidak berarti ada infeksi yang akut. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan yang mempengaruhi hasil tes Widal adalah: stadium penyakit, vaksinasi, reaksi anamnestik, daerah yang endemis serta pengobatan..
PENATALAKSANAAN
Sampai saat ini, masih dianut trilogy penatalaksanaan demam tifoid, yaitu:
1. Pemberian antiobiotik; untuk menghentikan dan memusnakan penyebaran kuman. Antibiotik yang digunakan:
- Kloramfenikol; dosis hai pertama 4x250 mg, hari kedua 4x500 mg, diberikan selama demam dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam, kemudian dosis diturunkan menjadi 4x250 mg selama 5 hari kemudian.
- Ampisilin/Amoksisilin; dosis 50-150 mg/kgBB diberikan selama 2 minggu.
- Kotrimokzasol; 2x2 tablet (1 tablet mengandung 400 mg sulfametokzasol-80 mg trimetoprim) diberikan selama 2 minggu pula
- Sefalosporin generasi II dan III.
- Istirahat dan perawatan professional, bertujuan mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Pasien harus tirah baring absolute sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Mobilisasi dilakukan bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.
- Diet dan terapi penunjang (simptomatik dan suportif)
Beberapa penelitian menunjukkan ahwa pemberian makanan padat dini, yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (patang sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan dengan aman. Juga diperlukan pemberian vitamin dan mineral yang cukup untuk mendukung keadaan umum pasien.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar