Demam Berdarah Dengue (DBD)

DEFENISI

Demam dengue /DF dan demam berdarah dengue /DBD (dengue hemoragik fever /DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinik demam, nyeri otot da/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik.

ETIOLOGI

Demam berdarah dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106 .

Terdapat 4 serotipe virus yaitu, DEN-1, DEN-2,DEN-3,DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotype dengue dengan flavivirus lain seperti yellow fever, Japanese enchephalitis, dan West Nile virus.

EPIDEMIOLOGI

Pada penyebaran virus ini, dikenal 2 jenis transmisi, yaitu dengue kota (urban dengue) dimana rantai penularannya adalah manusia-nyamuk-manusia dan dengue hutan (jungle dengue) dimana rantai penularannya adalah manusia-nyamuk-monyetr-nyamuk-manusia. Nyamuk penting dalam rantai penularan dengue di kota-kota besar adalah Aedes Aegypti sedangkan di hutan adalah Aedes niveus.

Virus dengue tersebar sangat luas di benua Asia, Afrika, Amerika dan juga Australia dengan endemisitas dan kombinasi tipe virus yang belum tentu sama. Asia tenggara termasuk salah satu wilayah endemik dimana keempat tipe virus dapat ditemukan.

Manifestasi infeksi virus dengue sangat beragam mulai dari tanpa gejala, demam ringan, demam dengue, dan demam berdarah dengue. Dalam kenyataan, jumlah kasus dengan manifestasi klinis ringan dalam bentuk tanpa gejala dan demam ringan ternyata merupakan mayoritas. Diperkirakan kasus dengan manifestasi demam berdarah dengue hanya merupakan kira-kira 5 % dari seluruh kasus infeksi virus dengue. Kelompok yang bermanifestasi ringan tersebut secara klinik sukar didiagnosis.

MANIFESTASI KLINIK

Spektrum klinik infeksi virus dengue sangat beragam, mulai yang asimptomatik, demam ringan, demam dengue sampai demam berdarah dengue. Yang disebut terakhir dapat pula menyebabkan renjatan dan/atau ensefalopati.

Pada bayi dan anak, demam dengue bermanifestasi sebagai demam yang disertai ruam makulopapuler. Pada anak lebih besar dan dewasa, manifestasinya lebih berat dan menimbulkan trias gejala yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota badan dan timbulnya ruam makulopapuler. Demam dengue akan sembuh tanpa meninggalkan gejala sisa dan biasanya tidak menyebabkan kematian.

Gejala utama pada demam berdarah adalah demam tinggi, fenomena perdarahan dan hepatomegali. Pada anak sering pula disertai rasa nyeri di perut. Kadang-kadang terjadi kegagalan sirkulasi. Trombositopenia dan hemokonsentrasi merupakan temuan khas. Hemokonsentrasi dan peningkatan nilai hematokrit yang terjadi sebagau akibat adanya kebocoran plasma adalah pembeda utana denam dengue dan demam berdarah dengue.

Demam biasanya timbul mendadak dan disertai gejala tak khas lain. Demam biasanya tinggi dan berlangsung selama 2- 7 hari untuk kemudian kambali menjadi normal. Pada awal demam, fenomena perdarahan berupa petekie mungkin ditemukan di ekstremitas, muka,aksila dan palatum molle. Sementara ruam makulopap, minimal uji tourniuler mungkin ditemukan pada masa konvalesen penyakit. Hati biasanya membesar tetapi jarang disertai splenomegali. Kegagalan sirkulasi biasanya terjadi pada masa suhu tubuh telah turun.

Menurut World Health Organization, secara klinis diagnosis demam berdarah dengue ditegakkan jika ditemukan dua kriteria klinik ditambah trombositopenia (kurang dari 100.000 per ml) dan hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit minimal 20 %. Kriteria klinik dimaksud adalah:

  1. Demam mendadak, tinggi, dan berlangsung 2-7 hari.
  2. Fenomena perdarahan, minimal uji tourniquet positif.
  3. Hepatomegali
  4. Renjatan.

Berdasarkan rincian gejalanya, demam berdarah dengue dibagi atas empat yaitu:

  1. Derajat 1:

Jika gejala perdarahan hanya berupa uji tourniquet positif.

  1. Derajat 2:

Jika gejala perdarahan spontan.

  1. Derajat 3:

Jika gejala kegagalan sirkulasi mulai tampak. Nadi menjadi cepat dan lemah, tekanan darah menurun.

  1. Derajat 4:

Jika renjatan menjadi berat. Nadi seringkali tak teraba.

Selain menimbulkan sindroma gejala seperti di atas, infeksi dengue juga menimbulkan sindroma unusual dengue atau demam berdarah dengue tak lazim. Dalam hal ini terjadi gejala ensefalopati dan/ atau renjatan.

PATOGENESIS

Dengan terhisapnya darah viremik oleh vektor, virus berkembang biak dan setelah suatu periode tertentu, virus akan ditemukan di dalam kelenjar ludahnya. Vektor siap untuk meneruskan rantai penularan. Waktu yang diperlukan sejak vektor menghisap darah viremik sampai vektor siap meneruskan rantai penularan disebut masa tunas ekstrinsik dan untuk virus dengue kara-kira 8-10 hari.

Di dalam tubuh manusia, virus berkembang biak dalam sel sistem retikuloendotel dan menimbulkan viremia yang dimulai menjelang gejala klinik tampak sampai 5-7 hari setelahnya. Sebagai rewaksi terhadap infeksi tubuh akan membuat antibodi anti dengue, baik berupa antibodi netralisasi, antibodi penghambat aglutinasi, dan antibodi pengikat komplemen. Pada infeksi primer, antibodi yang pertama timbul adalah antibodi netralisasi, yaitu pada hari kelima minggu pertama- minggu keempat untuk kemudian turun dengan lambat dan keberadaannya dapat bertahan seumur hidup. Antibodi netralisasi merupakan antibodi yang paling spesifik untuk tipe virus penyerang (type-spesific antibody).

Beberapa hari kemudian, antibodi hambatan hemaglutinasi timbul dan naik titernya sejajar dengan kenaikan titer antibodi netralisasi untuk kemudian menurun lebih cepat daripada antibodi netralisasi dan bertahan dalam tubuh bertahun-tahun. Antibodi hambatan hemaglutinasi sangat bereaksi silang dengan tipe virus dengue yang lain dan juga dengan anggota flavivirus lain (group spesific antibody).

Antibodi ketiga yang timbul adalah antibodi pengikat komplemen. Antibodi ini timbul mulai minggu kedua-ketiga dan titernya naik cepat hampir sejajar dengan kenaikan titer antibodi hambatan hemaglutinasi dan mencapai titer maksimum setelah satu-dua bulan atau setelah penyakitnya hilang. Kemudian antibodi ini turun dalam 1-3 tahun. Antibodi pengikat komplemen juga bereaksi silang dengan flavivirus lain.

Patofisiologi perdarahan pada demam berdarah dengue belum diketahui pasti karena belum adanya bibatang model yang tepat untuk percobaan. Beberapa fakta yang telah diketahui dan dianggap terkait dengan kejadian perdarahan adalah:

  1. Virus Dengue mampu berikatan dengan sel trombosit dan dengan bantuan antibodi anti dengue, trombosit mengalami agregasi.
  2. Fungsi trombosit pada penderita demam berdarah dengue terganggu.
  3. Konsumsi komplemen pada penderita demam berdarah dengue meningkat sebagai akibat pengaktivan sistem komplemen.
  4. Pada mencit, infeksi dengue merangsang sel limfosit T membentuk limfokin. Limfokin diketahui mampu merangsang pelepasan histamin dan sel pengandungnya.
  5. Terjadinya aktivasi sistem kinin yang berperan dalam proses koagulopati.
  6. Sel monosit terinfeksi virus dengue mengekspresikan penghambat plasminogen activator 2-3 kali lebih banyak dari pada sel normal. Zat ini diketahui mampu menyebabkan ketidakseimbangan hemostasis.
  7. Adanya klon sel limfosit T yang teraktivasi oleh virus dengue dan klon ini mampu melisiskan sel yang terinfeksi oleh virus dengue tipe lain.
  8. Antigen virus dengue dan sel monosit terinfeksi virus dengue merangsang limfosit manusia membentuk interferon alfa dan gamma. Interferon gamma ini in vitro diketahui mampu merangsang masuknya virus ke dalam sel.
  9. Virus dengue mampu berkembang biak dalam sel endotel manusia dan telah diketahui bahwa integritas sel endotel ini penting dalam sistem hemostasis.
  10. Gambaran patologi bahan otopsi menunjukkan adanya depresi sumsum tulang termasuk alur megakariosit.
  11. Penderita demam berdarah dengue lebih banyak ditemukan pada infeksi sekunder yang terjadi oleh virus dengue tipe 2 atau 3. Selain itu telah pula dilaporkan adanya kasus-kasus demam berdarah dengue pada infeksi primer. Data ini menunjukkan bahwa virulensi virus dengue mungkin tidak sama, galur-galur tertentu mungkin lebih virulen daripada yang lainnya.

PATOLOGI

Hasil otopsi menunjukkan bahwa pada kasus demam berdarah dengue gambaran patologi makroskopik menunjukkan hepatomegali, efusi di berbagai rongga badan dan perdarahan. Menurut frekuensi kejadiannya, perdarahan ditemukan berturut-turut di kulit, jaringan bawah kulit, mukosa usus, jantung dan hati. Perdarahan di subarakhnoid dan otak jarang ditemukan. Mikroskopik kelainan ditemukan pada hati, jaringan limfoid, jantung, paru dan ginjal. Pembuluh darah biasanya tidak menunjukkan kelainan, kecuali pembuluh kapiler, arteriol, dan venula. Pada jenis pembuluh darah tersebut dapat ditemukan adanya pembengkakan sel endotel, perdarahan perivaskuler yang disertai infiltrasi limfosit dan sel mononukleus lain. Bekuan intravaskuler pada pembuluh darah kecil ditemukan pada orang dewasa dengan gejala berat. Pada jaringan limfoid dapat ditemukan pengurangan pulpa alba disertai limfositolisis dan limfofagositosis. Sedangkan pada centrum germinativum-nya tampak peningkatan aktivitas. Tampak jelas proliferasi sel plasma dan sel limfoblastoid. Sedangkan pada sumsum tulang dapat ditemukan adanya gangguan proliferasi sel yang biasanya menghilang sejalan dengan menghilangnya gejala demam.

Pada hati ditemukan nekrosis fokal, pembengkakan badan Councilman dan degenerasi hialin sel Kupffer. Sedangkan pada ginjal dapat ditemukan gambaran glomerulonefritis akibat deposisi komplek imun.

DIAGNOSIS

Terdapat beberapa cara pemeriksaan mikrobiologik, yaitu:

    1. Pemeriksaan kenaikan titer antibodi anti dengue
    2. Pemeriksaan titer antibodi anti dengue sewaktu
    3. Pemeriksaan antigen dengue atau komponen virus dengue lain
    4. Isolasi dan identifikasi virus.

Bahan yang diperlukan untuk pemeriksaan adalah darah/ serum. Bahan biopsi, walau tak lazim, juga dapat dipakai untuk deteksi antigen virus dengue. Bahan lain untuk isolasi virus atau pemeriksaan antigen virus adalah bahan otopsi berupa jaringan hati, limpa, kelenjar getah bening.

Untuk isolasi, darah/serum dapat diinokulasikan pada biakan sel, mencit bayi, nyamuk atau larvanya. Keberhasilan isolasi ini sangat bergantung pada saat pengambilan darah, jumlah darah, proses pengiriman darah ke laboratorium dan teknik pengujian di laboratorium. Karena hasil pemeriksaan memerlukan waktu kira-kira 1 minggu atau lebih dan secara teknik sukar, cara ini kurang dianjurkan untuk pemeriksaan rutin. Darah yang dijenuhkan ke kertas saring tak baik untuk isolasi virus. Untuk pemeriksaan titer antibodi anti dengue sesaat biasanya dipakai cara enzyme-linked immunoassay/EIA. Pemeriksaan yang dikerjakan dapat berupa penetapan IgM anti dengue atau penetapan antibodi anti dengue total. Untuk cara terakhir, kit komersial tidak tersedia. Cara pemeriksaan ini hasilnya cepat dan tidak memerlukan pengambilan darah dua kali. Hal penting yang harus dipertimbangkan dari hasil pemeriksaan cara ini adalah:

  1. Antibodi dalam tubuh yang timbul sebagai akibat infeksi oleh anggota flavivirus bukan dengue akan bereaksi silang dengan virus dengue. Karena itu spesifisitasnya bergantung kepada komposisi komponen virus dengue yang dipakai dalam sistem pemeriksaan.
  2. Antibodi anti dengue kelas IgM yang diinduksi oleh infeksi virus dengue muncul beberapa hari setelah timbulnya gejala klinik dan menghilang beberapa bulan kemudian.
  3. Antibodi anti dengue kelas IgG dapat bertahan dalam tubuh bertahun-tahun lamanya dan akan mengalami boosting effect oleh infeksi flavivirus berikutnya.

Untuk pemeriksaan kenaikan titer antibodi, pemeriksaan dapat dilakukan dengan cara: EIA, uji hambatan hemaglutinasi, uji netralisasi, uji pengikatan komplemen.

Uji netralisasi dikerjakan dengan menginokulasikan kedalam biakan sel atau otak bayi mencit virus yang terlebih dahulu dicampur dengan serum. Jika antibodi netralisasi terdapat dalam serum, infektifitas virus akan berkurang sampai hilang. Uji netralisasi biasanya tidak dilakukan untuk pemeriksaan rutin karena teknis lebih sukar dilakukan. Pada infeksi primer, hasil uji netralisasi dapat menentukan tipe virus penyebab, tetapi pada infeksi sekunder biasanya tidak. Pada infeksi sekunder, antibodi netralisasi tertinggi tertuju pada tipe virus penyebab terdahulu. Fenomena terakhir disebut sebagai original antigenic sin.

Uji pengikatan komplemen kurang sensitif dibandingkan uji netralisasi dan uji hambatan hemaglutinasi dan hanya mendeteksi antibodi yang mampu berikatan dengan komplemen saja. Selain itu, darah dalam kertas dsaring tak dapat dipakai karena mengalami hemolisis.

Uji hambatan hemaglutinasi merupakan uji yang baik untuk pemeriksaan rutin karena teknis mudah dilakukan dan sensitivitasnya tinggi. Uji ini menetapkan titer antibodi anti dengua yang dapat menghambat kemampuan virus dengue mengaglutinasikan sel darah merah angsa.

PENATALAKSANAAN

Tidak ada terapi spesifik untuk demam dengue, prinsip utama adalah terapi suportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 1 %. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna.

Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) bersama dengan Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi dan Divisi Hematologi dan Onkologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia telah menyusun protokol penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa berdasarkan kriteria:

  1. Penatalaksanaan yang tepat dengan rancangan tindakan yang dibuat sesuai dengan indikasi.
  2. Praktis dalam pelaksanaannya.
  3. Memperhatikan cost effectivness.

Protokol ini terbagi dalam 5 kategori:

    1. Protokol 1

Penanganan tersangka (probable) DBD dewasa tanpa syok. Protokol 1 ini digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan pertolongan pertama pada penderita DBD atau yang diduga DBD di Instalasi Gawat Darurat dan juga dipakai sebagai petunjuk dalam memutuskan indikasi rawat. Seseorang yang tersangka menderita DBD diruang Gawat Darurat dilakukan pemeriksaan hemoglobin (Hb), hematokrit(Ht), dab trombosit, bila:

1. Hb, Ht dan trombosit normal atau trombosit antara 100000-150.000, pasien dapat dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke Poliklinik dalam waktu 24 jam berikutnya (dilakukan pemeriksaan Hb,Ht leukosit dan trombosit tiap 24 jam) atau bila keadaan penderita memburuk segera kembali ke Instalasi Gawat Darurat.

2. Hb, Ht, normal tetapi trombosit <>

3. Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan untuk dirawat.

    1. Protokol 2

Pemberian cairan pada tersangkan DBD dewasa di ruang gawat. Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif dan tanpa syok maka di ruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti rumus berikut ini:

1500+ {20x(BB dalam kg-20)}

Setelah pemberian cairan dilakukan pemeriksaan Ht, Hb tiap 24 jam:

1. Bila Hb, Ht meningkat 10-20 % dan trombosit <>

2. Bila Hb, Ht meningkat >20 % dan trombosit <> 20 %

    1. Protokol 3

Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%. Meningkatnya Ht > 20 % menunjukkan bahwa tubuh mengalami defisit cairan sebanyak 5 %. Pada keadan ini, terapi awal pemberian cairan adalah dengan memberikan infus cairan kristaloid sebanyak 6-7 ml/kg/jam. Pasien kemudian dipantau setelah 3-4 jam pemberian cairan. Bila terjadi perbaikan yang ditandai dengan tanda-tanda hematokrit turun, frekuensi nadi turun, tekanan darah stabil, produksi urin meningkat maka jumlah cairan infus dikurangi menjadi 5 ml/kg/jam. Dua jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan tetap menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan infus kembali dikurangi menjadi 3 ml/kg/jam. Bila dalam pemantauan keadaan tetap membaik maka pemberian cairan dapat diberhentikan 24-48 jam kemudian.

Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7 ml/kg/jam tadi keadaan tetap tidak membaik, yang ditandai dengan hematokrit dan nadi meningkat, tekanan darah turun <20>

    1. Protokol 4

Penataksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa. Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah: perdarahan hidung/epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah diberikan tampon hidung, perdarahan saluran cerna (hematemesis/melena atau hematokezia), perdarahan otak dan perdarahan tersembunyi dengan jumlah perdarahan sebanyak 4-5 ml/kgBB/jam. Pada keadaan seperti ini jumlah dan kecepatan pemberian cairan tetap seperti keadaan DBD tanpa syok lainnya. Pemeriksaan tekanan darah, urin, nadi, pernafasan dilakukan sesering mungkin dengan kewaspadaan Hb, Ht, dan trombosis serta hemostase harus segera dilakukan dan pmeriksaan HB,Ht, dan trombosit sebaiknya diulang setiap 4-6 jam.

Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratorium didapatkan tanda-tanda koagulasi intravaskular disseminata (KID). Transfusi komponen darah diberikan sesuai indikasi. FFP diberikan bila didapatkan defisiensi faktor-faktor pembekuan (PT dan aPTT yang memanjang), PRC diberikan bila nilai HB kurang dari 10 g/dl. Transfusi trombosit hanya diberikan pada pasien DBD dengan perdarahan spontan dan masif dengan jumlah trombosit <>3 disertai atau tanpa KID

    1. Protokol 5

Tatalaksana Sindroma Syok Dengue pada dewasa. Bila kita berhadapan dengan Sindroma Syok Dengue (SSD) maka hal pertama yang harus diingat adalah bahwa renjatan harus segera diatasi dan oleh karena itu penggantian cairan intravaskular yang hilang harus segera dilakukan. Angka kematian sindrome syok dengue sepuluh kali lipat dibandingkan dengan penderita DBD tanpa renjatan, dan renjatan dapat terjadi karena keterlambatan penderita DBD mendapatkan pertolongan /pengobatan, penatalaksanaan yang tidak tetap termasuk kurangnya kewaspadaan terhadap tanda-tanda renjatan dini, dan penatalaksanaan renjatan yang tidak adekuat.

Pada kasus SSD cairan kristaloid adalah pilihan utama yang diberikan. Selain resusitasi cairan, penderita juga diberikan oksigen 2-4 l/menit. Pemeriksaan-pemeriksaan yang harus dilakukan adalah pemeriksaan darah perifer lengkap (DPL), hemostasis, analisis gas darah, kadar natrium, kalium dan klorida, serta ureum dan kreatinin.

Tidak ada komentar: