Retardasi Mental

Pendahuluan

Retardasi mental merupakan masalah dunia dengan implikasi yang besar terutama bagi Negara berkembang. Diperkirakan angka kejadian retardasi mental berat sekitar 0.3% dari seluruh populasi dan hamper 3% mempunyai IQ dibawah 70.Sebagai sumber daya manusia tentunya mereka tidak bias dimanfaatkan karena 0.1% dari anak-anak ini memerlukan perawatan, bimbingan serta pengawasan sepanjang hidupnya.(Swaiman KF, 1989).

Sehingga retardasi mental masih merupakan dilema, sumber kecemasan bagi keluarga dan masyarakat.Demikian pula dengan diagnosis, pengobatan dan pencegahannya masih merupakan masalah yang tidak kecil.

Definisi
Terdapat berbagai macam definisi mengenai retardasi mental. Menurut WHO (dikutip dari Menkes, 1990), retardasi mental adalah kemampuan mental yang tidak mencukupi.Carter CH (dikutip dari Toback C.) mengatakan retardasi mental adalah suatu kondisi yang ditandai oleh intelegensi yang rendah yang mnyebabkan ketidakmampuan individu untuk belajar dan beradaptasi terhadap tuntutan masyarakat atas kemampuan yang dianggap normal. Menurut Crocker AC 1983, retardasi mental adalah apabila jelas terdapat fungsi intelegensi yang rendah yang disertai adanya kendala dalam penyesuaian perilaku dan gejalanya timbul pada masa perkembangan. Sedangkan menurut Melly Budhiman, seseorang dikatakan retardasi mental bila memenuhi criteria sebagai berikut :

  1. Fungsi intelektual umum dibawah normal
  2. Terdapat kendala dalam perilaku adaptif sosial
  3. Gejalanya timbul dalam masa perkembangan yaitu dibawah usia 18 tahun

Fungsi intelektual dapat diketahui dengan tes fungsi kecerdasan dan hasilnya dinyatakan sebagai suatu taraf kecerdasan atau IQ (Intelegence Quotient).

IQ = MA/CA × 100%

MA = Mental Age, umur mental yang didapat dari hasil tes

CA = Chronological Age, umur berdasarkan perhitungan tanggal lahir

Yang dimaksud fungsi intelektual dibawah normal, yaitu apabila IQ dibawah 70. anak ini tidak dapat mengikuti pendidikan sekolah biasa karena cara berpikirnya yang terlalu sederhana,daya tangkap dan daya ingatnya lemah, demikian pula dengan pengertian bahasa dan berhitungnya juga sangat lemah.

Sedangkan yang dimaksud dengan perilaku adaptif social adalah kemampuan seseorang untuk mandiri, menyesuaikan diri dan mempunyai tanggung jawab social yang sesuai dengan kelompok umur dan budayanya. Pada penderita retardasi mental gangguan perilaku adaptif yang paling menonjol adalah kesulitan menyesuaikan dirir dengan masyarakat sekitarnya. Biasanya tingkah lakunya kekanak-kanakan tidak sesuai dengan umurnya.

Gejala tersebut harus timbul pada masa perkembangan, yaitu dibawah umur 18 tahun. Karena kalau gejala tersebut timbul setelah berumur 18 tahun bukan lagi disebut retardasi mental tetapi penyakit lain sesuai dengan gejala klinisnya.

Klasifikasi

Menurut nilai IQnya, maka intelegensia seseorang dapat digolongkan sebagai berikut :

No

Kalsifikasi

Nilai IQ

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

Sangat superior

Superior

Di atas rata-rata

Rata-rata

Di bawah rata-rata

Retardasi mental borderline

Retardasi mental ringan (mampu didik)

Retardasi mental sedang (mampu latih)

Retardasi mental berat

Retardasi mental berat

130 atau lebih

120-129

110-119

90-110

80-89

70-79

52-69

36-51

20-35

Di bawah 20

Yang disebut retardasi mental apabila IQ dibawah 70, retardasi mental tipe ringan masih mampu didik, retardasi mental tipe sedang mampu latih, sedangkan retardasi mental tipe berat dan sangat berat memerlukan pengawasan dan bimbingan seumur hidupnya. Bila ditinjau dari gejalanya, maka Melly Budhiman membagi :

Tipe Klinik

Pada retardasi mental tipe klinik ini mudah dideteksi sejak dini karena kelainan fisis maupun mentalnya cukup berat. Penyebabnya sering kelainan organik. Kebanyakan anak ini perlu perawatan yang terus menerus dan kelainan ini dapat terjadi pada kelas sosial tinggi ataupun yang rendah. Orang tua dari anak yang menderita retardasi mental tipe klinik ini cepat mencari pertolongan oleh karena mereka melihat tipe klinik ini cepat mencari pertolongan oleh karena mereka melihat sendiri kelainan pada anaknya.


Tipe Sosio Budaya

Biasanya baru diketahui setelah anak masuk sekolah dan ternyata tidak dapat mengikuti pelajaran. Penampilannya seperti anak normal sehingga disebut juga retardasi enam jam. Karena begitu mereka keluar sekolah, mereka bermain seperti anak-anak yang normal lainnya. Tipe ini kebanyakan berasal dari golongan social ekonomi rendah. Pada orang tua dari anak tipe ini tidak melihat adanya kelainan pada anaknya, mereka mengetahui kalau anaknya retardasi dari gurunya atau psikolog karena anaknya gagal beberapa kali tidak naik kelas. Pada umumnya anak tipe ini mempunyai taraf IQ golongan borderline dan retardasi mental ringan.


Etiologi

Adanya disfungsi otak merupakan dasar dari retardasi mental. Untuk mengetahui adanya retardasi mental perlu anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik dan laboratorium. Penyebab dari retardasi mental sangat kompleks dan multifaktorial. Walaupun begitu terdapat beberapa factor yang potensial berperanan dalam terjadinya retardasi mental seperti yang dinyatakan oleh Taft LT (1983) dan Shonkoff JP (1992) dibawah ini.

Faktor-Faktor Yang Potensial Sebagai Penyebab Retardasi Mental

1. Non-Organik

- Kemiskinan dan keluarganya yang tidak harmonis

- Factor sosio cultural

- Interaksi anak-pengasuh yang tidak baik

- Penelantaran anak

2. Oraganik

- Faktor prakonsepsi

a. Abnormalitas single gene ( penyakit –penyakit metabolik, kelainan neurokutaneus, dll )

b. Kelainan kromosom ( X-linked, translokasi, fragile-X), sindrom polygenic familial.

- Factor prenatal

a. Gangguan pertumbuhan otak trimester I

· Kelainan kromosom ( trisomi, mosaik, dll)

· Infeksi intrauterine, misalnya TORCH, HIV

· Zat-zat teratogen ( alcohol, radiasi, dll )

· Disfungsi plasenta

· Kelainan congenital dari otak (idiopatik)

b. Gangguan pertumbuhan otak trimester II dan III

· Infeksi intrauterine, misalnya TORCH, HIV

· Zat- zat teratogen ( alcohol, kokain, logam berat, dll )

· Ibu : diabetes mellitus, PKU ( phenilketonuria )

· Toksemia gravidarum

· Disfungsi plasenta

· Ibu malnutrisi

- Factor perinatal

a. Sangat premature

b. Asfiksia neonatorum

c. Truma lahir : perdarahan intracranial

d. Meningitis

e. Kelainan metabolic : hipoglikemik, hiperbilirubinemia

- Factor post natal

a. Trauma berat pada kepala/susunan saraf pusat

b. Neurotoksin, misalnya logam berat

c. CVA ( Cerebrovaskuler accident )

d. Anoksia, misalnya tenggelam

e. Metabolic

· Gizi buruk

· Kelainan hormonal, misalnya hipotiroid, pseudohipotiroid

· Amino aciduria, misalnya PKU

· Kelainan metabolisme karbohidrat, galaktosemia dll

· Polisakaridosis, misalnya sindrom Hurler

· Cerebral lipidosis ( Tay Sachs ), dengan hepatomegali ( Gaucher )

· Penyakit degeneratif/ metabolic lainnya.

f. Infeksi

· Meningitis, ensefalitis, dll.

· Subakut sklerosing panasefalitis

Kebanyakan anak yang menderita retardasi mental ini berasal dari golongan social ekonomi rendah akibat kurangnya stimulasi dari lingkungannya sehingga secara bertahap menurunkan IQ yang bersamaan dengan terjadinya maturasi. Demikian pula dengan keadaan social ekonomi yang rendah dapat sebagai penyebab organic dari retardasi mental, misalnya keracunan logam berat yang subklinik dalam jangka waktu yang lama dapat mempengaruhi kemampuan kognitif, ternyata lebih banyak pada anak-anak dikota dari golongan social ekonomi rendah. Demikian pula dengan kurang gizi, baik pada ibu hamil maupun pada anaknya setelah lahir dapat mempengaruhi pertumbuhan otak anak.

Diagnosis dan Gejala Klinis

Untuk menegakkan diagnosis, anamnesis yang baik sangat diperlukan, yaitu untuk mengetahui penyebab kelainan ini organic atau non organic, apakah kelainannya dapat diobati/tidak dan apakah ada factor genetic/tidak. Dengan melakukan skrining secara rutin misalnya dengan menggunakan DDST (Denver Developmental Screening Test), maka diagnosis dini dapat segera dibuat. Demikian pula anamnesis yang baik dari orang tuanya, pengasuh atau gurunya, sangat membantu dalam diagnosis kelainan ini. Setelah anak berumur enam tahun dapat dilakukan tes IQ. Sering kali hasil evaluasi medis tidak khas dan tidak dapat diambil kesimpulan. Pada kasus seperti ini, apabila tidak ada kelainan pada system susunan saraf pusat, perlu anamnesis yang teliti apakah ada keluarga yang cacat, mencari masalah lingkungan/factor non organic lainnya dimana diperkirakan mempengaruhi kelainan pada otak anak.

Gejala klinis retardasi mental terutama yang berat sering disertai beberapa kelainan fisik yang merupakan stigmata congenital yang kadang-kadang gambaran stigmata mengarah kesuatu sindrom penyakit tertentu. Dibawah ini beberapa kelaianan fisik dan gejala yang sering disertai retardasi mental, yaitu :

1. Kelainan pada mata :

a. Katarak

- Sindrom Cockayne

- Sindrom Lowe

- Galactosemia

- Sindrom Down

- Kretin

- Rubella Pranatal, dll.

b. Bintik cherry-merah pada daerah macula

- Mukolipidosis

- Penyakit Niemann-Pick

- Penyakit Tay-Sachs

c. Korioretinitis

- Lues congenital

- Penyakit Sitomegalovirus

- Rubella Pranatal

d. Kornea keruh

- Lues Congenital

- Sindrom Hunter

- Sindrom Hurler

- Sindrom Lowe

2. Kejang

a. Kejang umum tonik klonik

- Defisiensi glikogen sinthesa

- Hipersilinemia

- Hipoglikemia, terutama yang disertai glikogen storage disease I, III, IV, dan VI

- Phenyl ketonuria

- Sindrom malabsobrsi methionin, dll.

b. Kejang pada masa neonatal

- Arginosuccinic asiduria

- Hiperammonemia I dan II

- Laktik asidosis, dll.

3. Kelainan kulit

a. Bintik café-au-lait

- Atakasia-telengiektasia

- Sindrom bloom

- Neurofibromatosis

- Tuberous selerosis

4. Kelainan rambut

a. Rambut rontok

- Familial laktik asidosis dengan Necrotizing ensefalopati

b. Rambut cepat memutih

- Atrofi progresif serebral hemisfer

- Ataksia telangiektasia

- Sindrom malabsorbsi methionin

c. Rambut halus

- Hipotiroid

- Malnutrisi

5. Kepala

a. Mikrosefali

b. Makrosefali

- Hidrosefalus

- Neuropolisakaridase

- Efusi subdural

6. Perawakan pendek

a. Kretin

b. Sindrom Prader-Willi

7. Distonia

a. Sindrom Hallervorden-Spaz

Sedangkan gejala dari retardasi mental tergantung dari tipenya, adalah sebagai berikut:

1. Retardasi mental ringan

Kelompok ini merupakan bagian terbesar dari retardasi mental. Kebanyakan dari mereka ini termasuk dari tipe social-budaya dan diagnosis dibuat setelah anak beberapa kali tidak naik kelas. Golongan ini termasuk mampu didik, artinya selain dapat diajar baca tulis bahkan bias bisa sampai kelas 4-6 SD, juga bisa dilatih keterampilan tertentu sebagai bekal hidupnya kelak dan mampu mandiri seperti orang dewasa yang normal. Tetapi pada umumnya mereka ini kurang mampu menghadapi stress sehingga tetap membutuhkan bimbingan dari keluarganya.

2. Retardasi mental sedang

Kelompok ini kira-kira 12% dari seluruh penderita retardasi mental, mereka ini mampu latih tetapi tidak mampu didik. Taraf kemampuan intelektualnya hanya dapat sampai kelas dua SD saja, tetapi dapat dilatih menguasai suatu keterampilan tertentu, misalnya pertukangan, pertanian, dll. Apabila bekerja nanti mereka ini perlu pengawasan. Mereka juga perlu dilatih bagaimana mengurus diri sendiri. Kelompok ini juga kurang kurang mampu menghadapi stress dan kurang mandiri sehingga perlu bimbingan dan pengawasan.

3. Retardasi mental berat

Sekitar 7% dari seluruh penderita retardasi mental masuk kelompok ini. Diagnosis mudah ditegakkan secara dini karena selain adanya gejala fisik yang menyertai juga berdasarkan keluhan dari orang tua dimana anak sejak awal sudah terdapat keterlambatan perkembangan motorik dan bahasa. Kelompok ini termasuk tipe klinik. Mereka dapat dilatih hygiene dasar saja dan kemampuan berbicara yang sederhana, tidak dapat dilatih keterampilan kerja, dan memerlukan pengawasan dan bimbingan sepanjang hidupnya.

4. Retardasi mental sangat berat

Kelompok ini sekitar 1% dan termasuk dalam tipe klinik. Diagnosis dini mudah dibuat karena gejala baik mental dan fisik sangat jelas. Kemampuan berbahasanya sangat minimal. Mereka ini seluruh hidupnya tergantung orang disekitarnya.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan anak dengan retardasi mentaladalah multidimensi dan sangat individual. Tetapi perlu diingat bahwa tidak setiap anak penaganan multidisiplin merupakan jalan terbaik. Sebaiknya dibuat rancangan suatu strategi pendekatan bagi setiap anak secara individual untuk mengembangkan potensi anak tersebut seoptimal mungkin. Untuk itu perlu melibatkan psikolog untuk menilai perkembangan mental anak terutama kemampuan kognitifnya, dokter anak untuk memeriksa perkembangan fisiknya, menganalisis penyebab dan mengobati penyakit atau kelainan yang mungkin ada. Juga kehadiran dari pekerja social kadang-kadang diperlukan untuk menilai situasi keluarganya. Atas dasar itu maka dibuatlah strategi terapi. Sering kali melibatkan lebih banyak ahli lagi, misalnya ahli saraf bila anak juga menderita epilepsy, palsi serebral dll. Psikiater bila anaknya menunjukkan kelainan tingkah laku atau bila orang tuanya membutuhkan dukungan terapi keluarga. Ahli rehabilitasi medis bila diperlukan untuk merangsang perkembangan motorik dan sensoriknya. Ahli terapi wicara untuk memperbaiki gangguan bicaranya atau untuk merangsang perkembangan bicaranya. Serta diperlukan guru pendidikan luar biasa untuk anak-anak yang retardasi mental ini.

Pada orang tuanya perlu diberikan penerangan yang jelas mengenai keadaan anaknya dan apa yang dapat diharapkan dari terapi yang diberikan. Kadang-kadang diperlukan waktu yang lama untuk meyakinkan orang tua mengenai keadaan anaknya maka perlu konsultasi pula dengan psikolog atau psikiater. Disamping itu diperlukan kerja sama yang baik antara guru dan orang tuanya, agar tidak terjadi kesimpangsiuran dalam strategi penanganan anak disekolah dan dirumah. Anggota keluarga lainnya juga harus diberi pengertian agar anak tidak diejek atau dikucilkan. Disamping itu, masyarakat perlu diberikan penerangan tentang retardasi mental agar mereka dapat menerima anak tersebut dengan wajar.

Anak dengan retardasi mental memerlukan pendidikan khusus yang sesuaikan dengan taraf IQ-nya. Mereka digolongkan yang mampu didik untuk golongan retardasi mental ringan dan yang mampu latih untuk anak dengan retardasi mental sedang. Sekolah khusus untuk anak retardasi mental ini adalah SLB-C. Di sekolah ini diajarkan juga keterampilan-keterampilan dengan harapan mereka dapat mandiri di kemudian hari. Di ajarkan pula tentang baik-buruknya suatu tindakan tertentu sehingga mereka diharapkan tidak memerlukan tindakan yang tidak terpuji, seperti mencuri, merampas, kejahatan seksual dan lain-lain.

Semua anak yang retardasi mental ini juga memerlukan perawatan seperti pemeriksaan kesehatan yang rutin, imunisasi dan monitoring terhadap tumbuh kembangnya. Anak-anak ini juga disertai dengan kelainan fisik yang memerlukan penangan khusus. Misalnya pada anak yang mengalami infeksi pranataldengan cytomegalovirus akan mengalami gangguan pendengaran yang progresif walaupun lambat, demikian pula anak dengan sindrom Down dapat timbul gejala hipotiroid. Masalah nutrisi juga perlu mendapat perhatian.

Prognosis

Retardasi mental yang diketahuipenyakit dasarnya, biasanya prognosisnya lebih baik. Tetapi pada umumnya sukar untuk menemukan penyakit dasarnya. Anak dengan dengan retardasi mental ringan dengan kesehatan yang baik tanpa penyakit kardiorespirasi, pada umumnya umur harapan hidupnya sama dengan orang yang normal. Tetapi sebaliknya pada retardasi mental yang berat dengan masalah kesehatan dan gizi, sering meninggal pada usia muda.

Pencegahan

Karena penyembuhan dari retardasi mental ini boleh dikatakan tidak ada sebab kerusakan dari sel-sel otak tidak mungkin fungsinya dapat kembali normal maka yang penting adalah pencegahan primer yaitu usaha yang dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit. Dengan memberikan perlindungan terhadap penyakit-penyakit yang potensial dapat menyebabkan retardasi mental, misalnya melalui imunisasi. Konseling perkawinan, pemeriksaan kehamilan yang rutin, nutrisi yang baik selama kehamilan dan bersalin pada tenaga kesehatan yang berwenang maka dapat membantu menurunkan angka kejadian retardasi mental. Demikian pula dengan mengentaskan kemiskinan dengan membuka lapangan kerja, memberikan pendidikan yang baik, memperbaiki sanitasi lingkungan, meningkatkan gizi keluarga akan meningkatkan ketahanan terhadap penyakit. Dengan adanya program BKB ( Bina Keluarga dan Balita ) yang merupakan stimulasi mental dini dan bisa dikembangkan juga deteksi dini maka dapat mengoptimalkan perkembangan anak.

Diagnosis dini sangat penting dengan melakukan skrining sedini mungkin terutama pada tahun pertama maka dapat dilakukan intervensi yang dini pula. Misalnya diagnosis dini dan terpi dini hipotiroid dapat memperkecil kemungkinan retardasi mental. Deteksi dan intervensi dini pada retardasi mental sangat membantu memperkecil retardasi yang terjadi. Konsep intervensi pada retardasi mental yang berdasarkan pemikiran bahwa intervensi dapat merubah status perkembangan anak. Makin sering dan makin dini intervensi dilakukan, maka makin baik hasilnya. Tetapi makin berat tingkat kecacatan maka hasil yang dicapai juga makin kurang. Hasil akhir suatu intervensi adalah makin dini dan teratur suatu intervensi yang diberikan makin baik hasilnya sehingga agak mengurangi kecacatannya. Namun pada anak yang penyebabnya sangat kompleks, latar belakang social dan kebiasaan yang kurang baik dan intervensi yang tidak teratur maka hasilnya juga tidak memuaskan.

Tidak ada komentar: