Diabetes Melitus

Diabetes mellitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolic akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah disertai lesi pada membrane basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop electron.

Berdasarkan klasifikasi etiologis DM American Diabetes Association (1997) sesuai anjuran Perkumpulan Endrokrinologi Indonesia (PERKENI) adalah :

a. Diabetes Melitus tipe 1

Diabetes melitus adalah gangguan metabolik yang ditandai dengan adanya hiperglikemik yang dapat disebabkan oleh defisiensi sekresi insulin, resistensi insulin, ataupun kombinasi dari keduanya2. Untuk DM tipe 1 ini, terutama disebabkan oleh defisiensi hormon insulin absolut yang dihasilkan oleh sel-sel beta pulau Lagerhans di pankreas. DM tipe 1 adalah penyakit autoimun yang ditentukan secara genetik dengan gejala-gejala yang pada akhirnya menuju proses bertahap perusakan imunologik sel-sel yang memproduksi insulin. Yaitu, adanya antibodi imunoglobulin dalam tubuh yang bekerja terhadap sel-sel beta pankreas dan menyebabkan kerusakan pada sel-sel tersebut sehingga kehilangan kemampuannya untuk mensekresikan hormon insulin.

Defisiensi insulin dalam darah menyebabkan penurunan transpor glukosa ke dalam sel untuk digunakan sebagai energi ataupun disimpan sebagai cadangan energi. Maka terjadilah peningkatan kadar glukosa dalam darah (hiperglikemik) akibat tidak ditranspor ke dalam sel. Akibatnya tubuh kita, terutama sel-sel dan jaringan, akan kekurangan makanan dan energi untuk aktifitas seluler. Keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya glukoneogenesis, dimana terjadi mobilisasi lemak dan protein dari jaringan untuk diubah menjadi glukosa sebagai sumber energi utama bagi sel. Adanya defisiensi energi menyebabkan tubuh terasa lemah.

Selanjutnya, pemecahan lemak di jaringan akan menyebabkan berkurangnya massa jaringan, yang apabila berlangsung terus-menerus, terjadilah penurunan berat badan. Sedangkan pemecahan protein di jaringan, terutama otot, menyebabkan berkurangnya protein sebagai energi untuk berkontraksi sehingga otot akan kekurangan makanan dan terasa lemas.

Umumnya DM tipe 1 ini hanya terjadi pada anak-anak saja. Dan terapi yang paling sering adalah pemberian insulin melalui injeksi. Pemberian insulin ini merupakan usaha untuk mengembalikan kadar glukosa darah sedekat mungkin dengan kadar glukosa darah normal.

b. Diabetes Melitus tipe 2

DM tipe 2 disebabkan oleh terjadinya resistensi insulin dan dapat disertai dengan defisiensi insulin relatif. Resistensi terhadap insulin di perifer ini merupakan keadaan dimana terjadi penurunan sensitivitas sel atau jaringan target terhadap efek metabolik dari insulin. Oleh karena itu, meskipun sekresi insulin oleh sel-sel beta pankreas cukup, tetapi tidak dapat digunakan. Biasanya terjadi pada orang yang menderita obesitas. Karena berdasarkan penelitian, ternyata pasien dengan jaringan lemak yang luas memiliki jumlah reseptor hormon insulin yang lebih sedikit dibanding mereka yang tidak obesitas. Sehingga faktor obesitas kini dimasukkan sebagai salah satu faktor resiko dari diabetes melitus tipe 2.

Penurunan sensitivitas sel target terhadap insulin menyebabkan terhambatnya transpor glukosa ke dalam sel. Sehingga terjadi peningkatan kadar glukosa dalam darah (hiperglikemik) akibat tidak ditranspor ke dalam sel. Akibatnya tubuh kita, terutama sel-sel dan jaringan, akan kekurangan makanan dan energi untuk aktifitas seluler. Keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya glukoneogenesis, dimana terjadi mobilisasi lemak dan protein dari jaringan untuk diubah menjadi glukosa sebagai sumber energi utama bagi sel. Kurangnya bahan bakar dalam sel menyebabkan menurunnya aktifitas seluler sehingga tubuh terasa lemah.

Selanjutnya, glukoneogenesis ini akan meningkatkan proteolisis dan lipolisis di jaringan. Pemecahan lemak di jaringan akan menyebabkan berkurangnya massa jaringan, yang apabila berlangsung terus-menerus, terjadilah penurunan berat badan. Sedangkan pemecahan protein di jaringan, terutama otot, menyebabkan berkurangnya protein sebagai energi untuk berkontraksi sehingga otot akan kekurangan makanan dan terasa lemas.


Sumber:

Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi Edisi ke-6. EGC. Jakarta

Sudoyo, A.W., dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta:Universitas Indonesia.

P.Rot. Kumpulan Kuliah Hematologi dan Endokrinologi. Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin RSWS, Makssar : Aesculapius

Robbins. 2002. Dasar Patologi Penyakit. Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC.

Tidak ada komentar: