Leptospirosis

DEFENISI

Leptospirosis adalah penyakit infeksi akut yang dapat menyerang manusia maupun hewan yang disebabkan kuman leptospira patogen dan digolongkan sebagai zoonosis yang dikenal dengan berbagai nama seperti mud fever, slime fever, swamp fever, autumnal fever, infectious jaundice, field fever, cane cutter fever.

ETIOLOGI

Secara garis besar Leptospira dapat dibagi menjadi 2 spesies, yaitu L.interrogans yang pathogen dan non pathogen /saprofit L.biflexa. Spesies yang pathogen dibagi dalam 16 serogrup dimana tercakup150 serotipe (serovar). Leptospira merupakan kuman berbentuk spiral halus, ujung sel kuman bengkok dan bergerak aktif. Bersifat aerob obligat dengan suhu pertumbuhan natra 28-300 c.Leptospira dapat bertahan lama dalam air terutama pada ph alkali.

PREVALENSI

Penyakit ini lebh banyak terjadi pada laki-laki usia menengah terutama yang beresiko tinggi tereksposure dengan media penularan leptospirosis. Biasanya mengenai petani, dokter hewan, pemilik toko binatang, pekerja selokan, pekerja tambang, dll. Di Amerika dilaporkan 40 % penderita leptospirosis adalah anak-anak berusia dibawah 15 tahun, hal ini dapat dijelaskan dengan tingginya eksposure dengan hewan piaraan yang merupakan vector leptospira.

INSIDENS

Penyakit ini tersebar diseluruh dunia, terbanyak didaerah tropis dengan curah hujan yang tinggi. Wilayah di dunia dengan resiko tinggi dalah kepulauan karibia, amerika tengah dan selatan, asia tenggara, dan kepulauan pasifik. . Penyakit ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, terutama di daerah beriklim tropis dan subtropis, dengan curah hujan tinggi (kelembaban), khususnya di negara berkembang, dimana kesehatan lingkungannya kurang diperhatikan terutama. pembuangan sampah. International Leptospirosis Society menyatakan Indonesia sebagai negara insiden leptospirosis tinggidan peringkat tiga di dunia untuk mortalitas

SUMBER PENULARAN

Hewan yang menjadi sumber penularan adalah tikus (rodent), babi, kambing, domba, kuda, anjing, kucing, serangga, burung, kelelawar, tupai dan landak. Sedangkan penularan langsung dari manusia ke manusia jarang terjadi. Penularan langsung terjadi:
Melalui darah, urin atau cairan tubuh lain yang mengandung kuman leptospira masuk ke dalam tubuh pejamuDari hewan ke manusia merupakan penyakit kecelakaan kerja, terjadi pada orang yang merawat hewan atau menangani organ tubuh hewan misalnya pekerja potong hewan, atau seseorang yang tertular dari hewan peliharaan.
Dari manusia ke manusia meskipun jarang, dapat terjadi melalui hubungan seksual pada masa konvalesen atau dari ibu penderita leptospirosis ke janin melalui sawar plasenta dan air susu ibu.Penularan tidak langsung terjadi melalui genangan air, sungai, danau, selokan saluran air dan lumpur yang tercemar urin hewan seperti tikus, umumnya terjadi saat banjir. Wabah leptospirosis dapat juga terjadi pada musim kemarau karena sumber air yang sama dipakai oleh manusia dan hewan.

PATOGENESIS

Manusia terinfeksi bakteri leptospira melalui kontak dengan air, tanah atau tanaman yang telah dikotori oleh air seni hewan penderita leptospirosis. Bakteri masuk kedalam tubuh manusia melalui selaput lendir (mukosa) mata, hidung, kulit yang lecet atau makanan yang terkontaminasi oleh urin hewan terinfeksi leptospirosa. Masa inkubasi dari bakteri ini adalah selama 4 – 19 hari. Leptospira masuk kedalam darah, berkembang biak dan selanjutnya menyebar ke organ-organ dan jaringan tubuh dan memperbanyak diri terutama di dalam hati, ginjal, kelenjar mamae dan selaput otak. Kuman tersebut dapat ditemukan di dalam atau di luar sel-sel jaringan yang terkena. Pada beberapa tingkatan penyakit dapat ditemukan fase leptospiremia, yang biasanya terjadi pada minggu pertama setelah infeksi. Beberapa servoar menghasilkan endotoksin, sedangkan servoar lainnya menghasilkan hemolisin, yang mampu merusak dinding kapiler pembuluh darah. Pada proses infeksi yang berkepanjangan reaksi imunologik yang timbul dapat memperburuk keadaan hingga kerusakan jaringan makin parah. Dengan adanya imun respon (humoral dan selular), spiroketemia akan menghilang atau menurun jumlahnya. Namun leptospira dapat menetap pada area yang secara imunologis terisolasi seperti didalam ginjal, dimana sebagian mikroorghanisme ini akan mencapai convulted tubulus dan bermukim disana lalu akan membentuk koloni-koloni pada dinding lumen dan seterusnya dapat masuk kedalam kemih. Dinding sel L.interrogans mengandung lipopolisakarida (endotoksin).

Infeksi leptospira biasa pula menyebabkan gangguan hemostasis. Infeksi leptospira dapat menyebabkan pemanjangan masa protrombin dan menurunnya factor pembekuan V dan X. yang dalam hal ini mungkin terjadi akibat consumption coagulopathy maupun gangguan produksi factor-faktor tersebut akibat gangguan fungsi hati. Hal lain lagi adalah endotoksin yang dihasilkan leptospira dapat menyebabkan kerusakan endotel dinding kapiler sehingga menyebabkan perpanjangan masa perdarahan.

Invasi kedalam ginjal menimbulkan nefritis intersisial dan nekrosistubulus dengan diperberat oleh dehidrasi dan akibat kerusakan permeabilitas kapiler menyebabkan terjadinya gagal ginjal. Invasi ke hati menyebabkan nekrosis sentrolobular dengan proliferasi sel kupffer menimbulkan ikterus sebagai akibat disfungsi hepatoseluler.

Invasi pada otot skelet menimbulkan edema, vakuolisasi myofibril dan vocal nekrosis, dan diperberat lagi dengan gagalnya mikrosirkulasi akibat kerusakan kapiler. Invasi pada aqueous humour menyebabkan uveitis kronik atau rekuren.

MANIFESTASI KLINIK

Masa inkubasi berlangsung 7-12 hari dengan variasi 2-20 hari. Perjalanan klinis dibagi dalam dua fase dengan diselingi fase asimptomatik selama 1-3 hari.

Fase I

Disebut fase septikemik atau leptospiremik karena pada fase ini bakteri dapat diisolasi pada darah, cairan cerebrospinal dan jaringan. Berlangsung 4-7 hari pada pasien terdapat gejala nonspesifik menyerupai flu. Dengan keparahan yang bervariasi. Fase ini ditandai dengan demam, mengigil, badan lemah, mialgia terutama pada betis, punggung, dan abdomen.

Gejala lain yang dapat timbul berupa batuk, nyeri tenggorokan, sakit dada, hemoptisis, rash, sakit kepala bagian frontal, photophobia, anoreksia, gangguan mental, dan gejala meningitis.

Selama 1-3 hari gejala-gejala pada fase I menghilang disebut masa asimptomatik

Fase II

Disebut fase imun yang berkaitan dengan munculnya antibodi IgM, sementara konsentrasi C3 tetap normal. Manifestasi klinis fase ini lebih bervariasi dari fase I setelah relative asimptomatik selama 1-3 hari, gejala klinis pada fase leptospiremia muncul kembali, dan kadang-kadang disertai pula dengan meninghitis.

Penyakit mulai menunjukkan adanya invasi pada organ spesifik termasuk menings, hati, mata, dan ginjal.

Pada 77 persen pasien menunjukkan sakit kepala yang hebat dan sulit dikontrol dengan analgesic.

Pada penyakit tanpa ikterus, meninghitis aseptic(50% pasien) merupakan gambaran klinik yang amat penting. Sedangkan pada penyakit dengan ikterus, biasanya disertai degan nyeri abdomen, diare atau konstipasi(30%), hepatosplenomegali, nausea, vomiting, dan anoreksia.

Uveitis(2-10%) dapat terjadi secara dini ataupun lambat hingga kurun waktu satu tahun. Iridosiklitis dan chorioretinitis juga merupakan komplikasi menahan. Subkonjungtiva himoragi merupakan gejala ocular paling sering akibat komplikasi leptospirosis(92%).

Manifestasi ginjal tampak sebagai azotemia, pyuria, hematuria, proteinuria, dan oligouria(50%). Sedangkan manifestasi paru terjadi pada 20-70% pasien.

Adenopati, rash, dan nyeri otot juga dapat terlihat 2

DIAGNOSIS

Melalui anamesis yang dapat kita tanyakan adalah :

a. Bagaimana riwayat demamnya? Apakah terus menerus ataukah hilang timbul

b. Apakah ada rasa nyeri-nyeri otot di betis dan punggung?

c. Apakah ada sakit kepala dirasakan?

d. Apakah ada mual dan muntah

e. Apa riwayat pekerjaannya?

f. Apakah ada banjir di lingkungan sekitarnya?

g. temuan fisik serta pemeriksaan laboratorium berupa :

  • Kultur pada darah, dan isolasi dari CSF untuk mendeteksi keberadaan kuman leptospira dan antigennya
  • Microscopic agglutinin test (MAT)
  • Test lain berupa indirect hemagglutination test, microcapsule agglutination test, IgM-ELISA, dark-field exam pada darah atau urin.
  • Urinalisis

PENATALAKSANAAN

Pengobatan terhadap penderita leptospirosis dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik seperti Penisilin, Streptomycin, Tetracycline atau Erythromycin, Amoksisilin, Ampisilin (aspek terapi kausatif). Aspek terapi suportif adalah dengan pemberian antipiretik dan pemberian nutrisi yang baik. Dari bermacam-macam antibiotik yang tersebut diatas, menurut Turner, pemberian penisilin atau tetracycline dosis tinggi dapat memberikan hasil yang sangat baik. Cara mengobati penderita leptospirosis yang dianjurkan adalah sebagai berikut :

  • Pemberian suntikan Benzyl (crystal) Penisilin akan efektif jika secara dini pada hari ke 4-5 sejak mulai sakit atau sebelum terjadi jaundice dengan dosis 6-8 megaunit secara 1.v, yang dapat secra bertahap selama 5-7 hari
  • Selain cara diatas, kombinasi crystalline dan procaine penicillin dengan jumlah yang sama dapat diberikan setiap hari dengan dosis 4-5 megaunit secara i.m, separuh dosis dapat diberikan selama 5-6 hari. Procaine penicillin 1,5 megaunit i.m, dapat diberikan secara kontinue selama 2 hari setelah terjadi albuminuria
  • Untuk penderita yang alergi terhadap penicilline dapat diberikan antibiotik lain yaitu Tetracycline atau Erythromycine. Tetapi kedua antibiotik tersebut kurang efektif dibanding Penicilline. Tetracycline tidak dapat diberikan jika penderita mengalami gagal ginjal. Tetracycline dapat diberikan secepatnya dengan dosis 250 mg setiap 8 jam i.m atau i.v selama 24 jam, kemudian 250-500 mg setiap 6 jam secara oral selama 6 ahri. Erythromycine diberikan dengan dosis 250 mg setiap 6 jam selama 5 hari

KOMPLIKASI

Komplikasi Leptospirosis

  • Pada hati : kekuningan yang terjadi pada hari ke 4 dan ke 6
  • Pada ginjal : gagal ginjal yang dapat menyebabkan kematian.
  • Pada jantung : berdebar tidak teratur, jantung membengkak dan gagal jantung yang dapat mengikabatkan kematian mendadak.
  • Pada paru-paru : batuk darah, nyeri dada, sesak nafas.
  • Perdarahan karena adanya kerusakan pembuluh darah dari saluran pernafasan, saluran pencernaan, ginjal, saluran genitalia, dan mata (konjungtiva).
  • Pada kehamilan : keguguran, prematur, bayi lahir cacat dan lahir mati.

PENCEGAHAN

  • Menyimpan makanan dan minuman dengan baik agar terhindar dari tikus
  • Mencuci tangan, dengan sabun sebelum makan
  • Mencuci tangan, kaki serta bagian tubuh lainnya dengan sabun setelah bekerja di sawah/ kebun/ sampah/ tanah/ selokan dan tempat tempat yang tercemar lainnya
  • Melindungi pekerja yang beresiko tinggi terhadap Leptospirosis ( petugas kebersihan, petani, petugas pemotong hewan dan lain lain ) dengan menggunakan sepatu bot dan sarung tangan.
  • Menjaga kebersihan lingkungan
  • Menyediakan dan menutup rapat tempat sampah
  • Membersihkan tempat tempat air dan kolam kolam renang.
  • Menghindari adanya tikus didalam rumah atau gedung.
  • Menghindari pencemaran oleh tikus.
  • Melakukan desinfeksi terhadap tempat tempat tertentu yang tercemar oleh tikus.
  • Meningkatkan penangkapan tikus

Tidak ada komentar: